Persyaratan Pengesahan Perjanjian Hukum di Indonesia
Dalam kegiatan usaha, tidak kita pungkiri yang menjadi inti utama adalah terjalinnya suatu hubungan antara para pihak. Baik hubungan kerjasama, hubungan kerja, dalam suatu perusahaan maupun hubungan kerjasama serta transaksi dengan pihak luar. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap hubungan tersebut dibentuk berdasarkan suatu perjanjian.
Hubungan antara para pihak yang diinginkan tentunya adalah hubungan yang sah. Maka, untuk menciptakan hubungan yang sah dan solid maka perjanjian yang menjadi dasar hubungan tersebut haruslah sah di mata hukum untuk mengikat para pihak. Pada pembahasan kali ini kita akan melihat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.
Banyak dari kita yang berpandangan, perjanjian itu sah sebatas ketika para pihak sudah sepakat atau dikatakan sudah ada kata "deal", atau ketika timbul masalah banyak pelaku usaha berkata "kan sudah deal di awal?". Lalu, apakah perjanjian yang dibuat dengan persetujuan sudah dikatakan sah?
Dalam hal ini, mari kita lihat apa kata hukum perjanjian di Indonesia. Syarat sahnya perjanjian ini diatur dalam Pasal 1320-1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Dalam hal ini, secara umum syarat sahnya perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPER bahwa perjanjian sah bila:
- Adanya kesepakatan dari para pihak;
- Pihak yang membuat perjanjian secara hukum memiliki kapasitas;
- Perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, atau dapat ditentukan;
- Adanya sebab yang halal.
Bila telah memenuhi keempat hal diatas, maka suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah. Kita lihat sendiri bahwa tidak cukup adanya kesepakatan dari para pihak. Maka dalam melakukan perjanjian perlu dilihat pula ketiga syarat yang lain. Apakah pihak lawan anda adalah orang yang berkapasitas untuk melakukan perjanjian tersebut.
Kemudian, perlu dilihat pula apakah hal yang diperjanjikan diatas memenuhi suatu hal tertentu. Soal suatu hal tertentu disini perlu kita perhatikan, tertentu disini berarti bisa di ukur apa yang menjadi lingkup prestasi yang harus dipenuhi dalam perjanjian itu. Terakhir, harus memenuhi sebab yang halal. Yang dimaksud sebab yang halal adalah dengan adanya perjanjian tersebut tidak menimbulkan akibat yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menlanggar kesusilaan, serta tidak melanggar ketertiban umum.
Namun, perlu diingat ke-empat syarat sah diatas adalah mutlak tetapi masih bersifat umum dan bersifat minimal. Syarat-syarat ini perlu dilihat kembali secara situasional. Misalkan, anda telah mengucapkan kata sepakat namun kata sepakat tersebut diberikan setelah anda dipaksa. Apakah syarat adanya kesepakatan tersebut telah terpenuhi? Kemudian apakah ketika